Rabu, 28 Desember 2011

TEORI EKONOMI - MARHAENISME DAN KEDAULATAN EKONOMI (soeseno)


Oleh : Soeseno , Universitas Jember

1. Menjelang umur republik yang ke 69 tahun ini masih terdengar cukup keras gugatan terhadap kemandirian negara dalam mengelola perekonomian, terutama kekayaan negara berupa sumberdaya alam yang melimpah. Gugatan itu didasarkan pada kenyataan bahwa paska reformasi tidak terjadi perubahan yang nyata terhadap kondisi perekonomian nasional, bahkan cengkraman koorporasi internasional semakin dalam pada perekonomian nasional. Tuduhan bahwa perekonomian digerakan oleh rezim “ neolib” mewarnai wacana perbincangan mulai dari pakar sampai sikap para  pengunjuk rasa dijalan. Harapan – harapan yang ditumpukan pada reformasi tidak menjadi kenyataan, bahkan sampai saat ini , setelah reformasi berjalan 13 tahun, penguasaan asing dalam pengelolaan kekayaan negara masih cukup  besar (60%) disemua sektor (Kompas,23 Mei). Saya tidak akan menambah daftar panjang, bukti-bukti bahwa kita gagal merebut kedaulatan dibidang ekonomi lebih-lebih paska reformasi, karena saya termasuk sebagian kecil rakyat yang tidak percaya bahwa reformasi memang akan membawa perbaikan atau memperkuat kedaulatan ekonomi itu. Reformasi yang lebih kuat digerakan oleh kepentingan global memang tidak dimaksudkan untuk itu. Tetapi lebih untuk memperkuat masuknya modal luar pada penguasaan ase-aset domestik.

2.Diantara para penggugat dan pengritik gagalnya negara mengembalikan kedaulatan di bidang ekonomi, terdapat para pakar yang juga memberikan solusi, mulai dari yang lunak seperti perbaikan-perbaikan pelaksanaan di tingkat sektoral dan koordinasi antar sektor dengan sasaran memperkuat integrasi pasar ( Faisal Basri) sampai pada solusi yang cukup mendasar yaitu memberikan haluan baru kebangkitan ekonomi ( Ekonomi konstitusi ). Namun demikian semua kerangka berpikir dibalik pertimbangan memberikan solusi tersebut masih dalam bingkai (frame) kesadaran berpikir paradigma ekonomi liberal yang dikritiknya. Seperti misalnya, saran agar pemerintah membangun/memperbaiki infrastrukur untuk menjamin pasar domestik yang terintegrasi, sehingga biaya transaksi menjadi murah dan pasar menjadi efisien. Dengan pasar yang efisien menjamin  pengolahan bahan baku  berbagai penjuru tanah air dapat dilakukan di dalam negeri, sehingga nilai tambah dari bahan baku yang selama ini dinikmati luar negeri, dapat dinikmati masyarakat domestik. Hal ini tampaknya rasionil. Anggapan dasar dari saran ini tetap, bahwa pelaku pasar adalah individu-individu yang rasionil, yang akan menjamin terjadinya keseimbangan diantara mereka, dengan tidak memperhitungkan pengaruh modal sebagai instrument persaingan utama dalam pasar. Selama penguasan modal (alat-alat produksi) tidak ditangan masyarakat luas, pasar yang efisien juga tidak akan berfungsi untuk mensejahterakan masyarakat. Gagasan yang lain seperti dapat dibaca pada buku Ekonomi Konstitusi, haluan baru kebangkitan ekonomi Indonesia, sudah memberikan tekanan bahwa perekonomian harus dikelola berdasar amanat konstitusi. Hal ini memberi pemahaman bahwa pengelolaan perekonomian selama ini sudah keluar melenceng dari amanat konstitusi kita. Disamping bersifat normative, bagaimana menjabarkan dalam praktek amanat konstitusi  tersebut, tetap menggunakan pendekatan sektoral dan partikularis ( terpisah-pisah). Paradigma “moda produksi kolonial” masih menjadi dasar dalam penjabarannya sehingga belum menjawab persoalan dasar bangsa secara lebih struktural. Mengingat persoalan kedaulatan ekonomi adalah memerlukan penyelesaian secara struktural, maka saran yang disampaikan belum menjawab akar sebenarnya permasalahan kedaulatan ekonomi.

3.Lalu bagaimana  menjawab persoalan kedaulatan ekonomi yang semakin jauh ditangan bangsa ini?  Dan selanjutnya jika secara konsepsional jawaban itu ditemukan, apakah mungkin dapat dilaksanakan dalam suasana sistim ekonomi yang semakin terbuka, terintegrasi secara global dengan berbagai kepentingan yang saling jalin menjalin?  Untuk menjawab persoalan tersebut, baiklah kita menengok kembali apa sebenarnya yang dipikirkan para bapak pendiri bangsa saat mereka bersepakat mendirikan Negara Indonesia yang merdeka. Salah satu pemikiran yang menonjol dan jauh disampaikan sebelum Indonesia merdeka adalah “marhaenisme” oleh Soekarno. Pertanyaannya, apakah masih relevan saat ini membicarakan sebuah cita-cita sebuah ideologi yang para penganutnya atau bahkan para penuturnya sudah semakin hilang? Marilah kita tengok, Negara yang mengalami kemajuan sangat pesat dibidang ekonomi, sekedar untuk diperbandingkan, Cina. Dalam tinjauan terhadap “Wawasan Ilmiah Cina dalam Pembangunan” ditemukan karakter budaya yang sudah sangat lama ribuan tahun dan mendalam dipahami oleh bangsa Cina yaitu, daoisme, konfusianisme dan budhisme  seebagai dasar dan pedoman arah bagaimana membangun Cina yang modern. Semasa “ Revolusi Kebudayaan” ketiga pandangan kebijaksanaan tersebut ditenggelamkan dan diharamkan, tetapi dalam membangun Cina paska Revolusi Kebudayaan dipelajari kembali dan dijadikan sebagai pedoman  bagaimana , teori dan konsepsi pembangunan harus diarahkan (Galtung, Juli 2008), sehingga bangsa Cina mengalami kemajuan pesat saat ini, karena ketiga pandangan filsafat itu bukan saja tidak  bertentangan dengan ideologi partai yang berkuasa bahkan menjadi pedoman dalam setiap langkah progresif kearah kemajuan. Analogi dari pandangan ini bukan tidak mungkin pemikiran marhaenisme jika dipahami  secara serius dan mendalam menjadi pedoman pembentukan teori dan  konsepsi untuk diwujudkan dalam perspektif pembangunan ekonomi Indonesia dimasa yang akan datang, dan dapat menjawab persoalan struktural yang dihadapi bangsa, sehingga mencapai kedaulatan ekonomi.

4.Marhaenisme diperkenalkan semasa Indonesia belum lahir dan dalam suasana peri kehidupan ekonomi rakyat dikuasai oleh moda produksi kolonial, dimana rakyat hanya diperlakukan sebagai pekerja upahan. Soekarno melihat ada petani kecil yang tetap menguasai alat-alat produksi pertaniannya yang mampu bertahan dalam keterbatasannya ,sehingga dapat di idealkan menjadi kondisi rakyat Indonesia yang dapat digerakan kearah kemajuan. Sebagai sebuah ideologi, marhaenisme menjadi ideologi penantang dari rezim penjajah yang berkuasa yang bertumpu pada ideologi kapitalisme, dimana sebagian besar  alat-alat produksi ( sumber daya alam dan modal ) dikuasai oleh penguasa. Sosio Demokrasi yang merupakan asas bagaimana kelak susunan peri kehidupan kebangsaan di alam kemerdekaan  dijalankan, dan dalam bidang ekonomi bagaimana susunan perekonomian harus dibangun agar dapat mengangkat martabat kaum marhaen menuju kemakmuran, memerlukan cara-cara perjuangan. Cara perjuangan itu, tetap bertumpu bagaimana penguasaan alat-alat produksi dapat dilakukan  untuk kemakmuran rakyat. Salah satu upaya setelah kemerdekaan adalah melakukan “nasionalisasi” perusahaan-perusahaan Belanda/Asing yang masih beroperasi di Indonesia. Upaya ini dapat dipandang dalam rangka merebut alat-alat produksi, walaupun dalam pelaksanaanya ternyata alat-alat produksi itu tidak dikuasai oleh rakyat sebagaimana disyaratkan dalam sosio demokrasi, tetapi dikuasai oleh aparat negara yang baru terbentuk, dengan mengatas namakan negara, untuk memperkaya diri. Kondisi kaum marhaen dengan alat produksi yang dikuasai oleh asing maupun oleh bangsa sendiri tidak jauh berbeda. Kaum marhaen tetap dijauhkan dari penguasaan alat-alat produksi di alam kemerdekaan, dan mereka tatap kaum kecil miskin dan melarat secara ekonomi, sehingga marhaenisme tetap perlu diperjuangakan.

5.Fakta-fakta bahwa penguasaan alat-alat produksi nasional sampai saat ini belum sepenuhnya ditangan rakyat dan kesadaran rakyat justru didorong kearah konsumen barang-barang yang bahan bakunya dihasilkan dinegeri sendiri, maka kedaulatan ekonomi semakin jauh dari harapan, lebih-lebih kemakmuran kaum marhaen. Untuk itu diperlukan teori dan konsepsi yang dibimbing marhaenisme, dalam  menjawab permasalahan bangsa. Teori dan konsepsi yang menjadi dasar konstruksi dari sitim ekonomi kemarhaenan , sebagaimana setiap sistim ekonomi, harus mampu menjawab ketersediaan secara berkelanjutan pangan, sandang, papan dan kesejahteraan rakyat berupa pendidikan dan kesehatan. Hal ini memerlukan perluasan kegiatan ekonomi pada rakyat sekaligus penguasaan alat-alat produksi oleh rakyat. Negara berperan sentral dalam menjamin seluruh kegiatan perekonomian  untuk tetap pada sasaran kemakmuran rakyat dan menjaga stabilitas perekonomian secara nasional. Sistim yang menjamin dan dapat dioperasionalkan secara praktek ,menurut saya ,jika semua kegiatan perekonomian terutama disektor produksi, distribusi bahan-bahan primer secara bertahap dilaksanakan secara gotong royong. Dengan gotong royong dimaksudkan penguasaan alat-alat produksi dimiliki bersama oleh rakyat, sistim distribusi juga menjamin penguasaan oleh rakyat, Negara menjamin terlaksananya sistim gotong royong ini berjalan dengan lancar, untuk itu semua infrastruktur yang diperlukan menjaga kelancaran sistim perekonomian disediakan dan diawasi oleh Negara. Dengan demikian, setidaknya disektor primer penghasil bahan baku, semua nilai tambah produksi nasional akan dinikmati oleh rakyat. Lebih lanjut diharapkan kedaulatan ekonomi dengan bimbingan marhaenisme terwujud. Sudah barang tentu, konsepsi ini memerlukan perjuangan disemua lapangan , terutama lapangan politik.

6.Sebagai ilustrasi dan pernah menjadi konsep yang diteliti oleh IPB, adalah bagaimana jika dalam tata kelola industri gula nasional, sebagian alat produksi gula (pabrik gula) kepemilikannya diserahkan kepada rakyat, mengingat rakyat sudah memiliki sebagian alat produksi berupa tanah. Konsep ini dierkenalkan sebagai spin off pabrik gula. Latar belakang pemikiran ini berdasar pada kenyataan bahwa, harga maupun ketersediaan gula sangat fluktuatif. Pada saat harga gula mahal, petani tebu tidak menikmati nilai tambah dari harga gula, sebaliknya pada saat harga gula murah, petani merugi yang selanjutnya beralih pada tanaman lain yang lebih menguntungkan. Situasi yang demikianlah yang menjadikan persoalan gula, sebagai barang primer, tidak pernah terpecahkan selama bertahun-tahun. Konsep ini pernah dijalankan , justru di negara yang disebut kapitalis Amerika ( A.Pakpahan). Dengan kepemilikan oleh rakyat, mulai dari sejak awal proses tebu ditanam  sampai pada distribusi gula, rakyat sebagai pemilik memiliki hak memutuskan, sehingga cukup efisien karena tidak diperlukan biaya-biaya yang tidak terkait dengan produksi, seperti biaya manajemen yang sangat mahal. Rente ekonomi yang menjadi kebiasaan dalam tata niaga komoditi pertanian dapat dihilangkan dan nilai tambah jatuh kepada petani tebu. Peran negara adalah disamping menjamin tersedianya modal saat proses awal dimulai, dan menjamin dsitribusi oleh rakyat pemilik gula lancar, dengan membantu terbangunnya kelembagaan tata niaga yang dapat diawasi oleh rakyat.  Paling tidak jika sistim ini dijalankan, akan lebih baik dari sistim yang lain dan menjamin kedaulatan ekonomi khususnya kedaulatan pangan terjamin.  Ilustrasi ini setidaknya sebagai bahan pemikiran awal, lebih-lebih jika diterapakan pada semua sektor penghasil bahan baku pertanian, maka diperlukan kajian yang lebih mendalam.

7.Dengan ilustrasi diatas, konsepsi ekonomi gotong royong memungkinkan terjadinya perubahan secara struktural pada susunan perekonomian. Pertama struktur penguasaan alat-alat produksi pokok yang sebelumnya dikuasai orang per orang atau Negara beralih menjadi dikuasai oleh sebagian besar rakyat. Jika itu dilakukan dibidang pertanian, setidaknya menjamin sekitar 70% rakyat menguasai aset. Kedua, berpindahnya nilai tambah yang dihasilkan kepada sebagian besar rakyat. Hal ini merupakan salah satu kebijakan untuk memecahkan masalah kemiskinan struktural.   Ketiga, sebagai implikasi yang kedua, akumulasi capital yang bergantung pada modal dari pemerintah atau dari luar, dalam jangka panjang dapat dilakukan oleh rakyat sendiri, sehingga keberlanjutan pertumbuhan sektor pertanian dapat dipelihara. Sudah barang tentu perubahan struktural yang akan dicapai dengan konsepsi ekonomi gotong royong memerlukan prasyarat-prasyarat perubahan secara struktural pula di lapangan lain, seperti : pelaksanaan program reforma agraria, yaitu penataan tata kuasa, tata kelola dan tata guna lahan, yang harus dilakukan dengan serius dan terencana. Penataan kelembagaan di tingkat rakyat, yang difasilitasi penuh negara, seperti pelembagaan tata kelola produksi, pelembagaan tata niga di tingkat rakyat. Perubahan struktural ini tidak perlu mencabut dan menghancurkan lembaga-lembaga tradisional, sebagai kearifan lokal yang sudah ada , mengingat gotong royong sebagai  kegiatan juga memiliki akar budaya dan jiwa bangsa(volkgeist) yang tertanam kuat di Indonesia, bersama-sama dengan sikap rukun menjadi etika yang berkembang dikalangan penduduk Jawa.(FMS). Denagn kegiatan ekonomi gotong royong,  demokrasi ekonomi dapat dijalankan dan secara bertahap perubahan secara struktural, termasuk struktur sosial yang menjamin kemakmuran dapat dicapai. Namun tetap perlu diperjuangkan untuk dapat mewujudkannya.

8.Demikianlah catatan dan pokok pikiran yang sangat awal untuk dapat didiskusikan. Mudah-mudahan dengan diilhami dan dimbimbing marhaenisme, dan dengan pengkajian yang serius dan berlanjut, didapatkan konsepsi yang lebih sempurna, sehingga kedaulatan ekonomi seperti yang dicita citakan dapat terwujud. Terima kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar