David Hume (1711-1776)
Dengan adanya kritik David Hume
(1711-1776) maka teori pra-klasik atau merkantilisme dianggap tidak relevan.
Selanjutnya Adam Smith (1723-1790) menyumbangkan pemikirannya dalam buku yang
berjudul “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations” pada
tahun 1776. Sehingga muncul teori klasik atau absolute advantagedari Adam
Smith (1723-1790). Pendapat Adam Smith (1723-1790) adalah sebagai berikut:
Ukuran kemakmuran suatu negara
bukan ditentukan banyaknya LM yang dimilikinya.
Kemakmuran suatu negara
ditentukan oleh besarnya GDP dan sumbangan perdagangan luar negeri terhadap
pembentukan GDP negara tersebut.
Untuk meningkatkan GDP dan
perdagangan luar negeri, maka pemerintah harus mengurangi campur tangannya
sehingga tercipta perdagangan bebas atau free trade
Dengan adanya free trade maka
akan menimbulkan persaingan ataucompetition yang semakin ketat. Hal ini
akan mendorong masing-masing negara untuk melakukan spesialisasi dan pembagian
kerja internasional dengan berdasarkan kepada keunggulan absolut atau absolute
advantageyang dimiliki negara masing-masing.
Spesialisasi dan pembagian kerja
internasional yang didasarkan kepadaabsolute advantage, akan memacu peningkatan
produktivitas dan efisiensi sehingga terjadi peningkatan GDP dan perdagangan
luar negeri atau internasional.
Peningkatan GDP dan perdagangan
internasional ini identik dengan peningkatan kemakmuran suatu negara.
Sir William Petty (1623-1687)
pada tahun 1679 telah menghitung pendapatan nasional Inggris yang selanjutnya
melahirkan ilmu pengetahuan “Political Aritmathic”. Perhitungan pendapatan
nasional terus berkembang dan menjadi isu penting di dalam ekonomi sampai
dengan dewasa ini. Pendapatan nasional telah dijadikan tolok ukur atas
keberhasilan suatu pemerintahan dalam mengatur ekonominya.
Gregory King (1648-1712) dalam
tahun yang hampir bersamaan mengumpulkan bahan-bahan yang sama untuk membuat
gambar kurva permintaan terhadap gandum dalam suatu kejadian konkrit. Menurut
hukum King perubahan dalam penawaran gandum berturut-turut dengan 1/10, 2/10,
3/10, 4/10, dan 5/10, membuat harga berubah dalam arah yang sebaliknya dengan
3/10, 8/10, 16/10, 28/10, dan 45/10. Pemikiran ini semakin dikembangkan dalam
teori permintaan dan penawaran oleh ekonom selanjutnya.
Gregory King’s Law, or the
“King-Davenant law,” is an estimate of by how much a deficiency in the supply
of corn will raise the price of corn. It appears in Davenant’s Essay upon the
Probable Methods of making a People Gainers in the Balance of Trade. Since the
early 19th century it has usually been attributed to King.
It is observed that but one-tenth
the defect in the harvest may raise the price three-tenths, and when we have
but half our crop of wheat, which now and then happens, the remainder is spun
out by thrift and good management, and eked out by the use of other grain; but
this will not do for above one year, and would be a small help in the
succession of two or three unseasonable very destructive, in which many of the
poorest sort perish, either for want of sufficient food or by unwholesome diet.
“We take it that a defect in the
harvest may raise the price of corn in the following proportions:
Defect raises the price above the
common rate
1 tenth …………… 3 tenths
2 tenths …………… 8 tenths
3 tenths …………… 16 tenths
4 tenths …………… 28 tenths
5 tenths …………… 45 tenths
So that when corn rises to treble
the common rate, it may be presumed that we want above one-third of the common
produce; and if we should want five-tenths or half the common produce, the
price would rise to near five times the common rate.” (The Works of Sr William
D’Avenant Kt, vol. ii, pp. 224, 225, edited by Sir C. Whitworth, London
(1771)).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar